Kongres kali ini
dirasakan penting. Bukan saja lantaran mengangkat Tien Norman Lubis
sebagai Ketua Umum PP-INI baru menggantikan Harun Kamil, melainkan juga
mengingat proses legislasi RUU Jabatan Notaris. Kebutuhan akan UU
notaris baru dirasakan penting karena peraturan serupa dibuat pada zaman
Belanda, yaitu Staatsblad 1860 no. 3. Dalam waktu dekat, RUU itu akan
diserahkan ke DPR. Dalam kata sambutannya, Menkeh Yusril berharap agar
RUU tersebut bisa selesai pada 2003 ini.
H. Rakhmat (HR)
Syamsul Rizal merupakan salah satu pengurus INI. Kabarnya, ia
dielus-elus untuk menduduki jabatan Sekretaris Umum INI. Menyangkut
kabar itu, pria yang pernah bekerja di Depkeh itu malah merendah. "Saya
tidak terlalu ambisi mengejar jabatan," katanya. Tetapi pengalamannya di
bidang kenotariatan tak bisa dianggap sepele. Dia pernah selama enam
tahun bertugas di Denpasar. Saat itu dia banyak berkomunikasi dengan
Nyoman Gunawan, notaris Gianyar yang kini duduk di Senayan sebagai Wakil
Ketua Badan Legislasi DPR. Di tengah kesibukannya membuka kantor notaris
di kawasan Meruya, Jakarta Barat, Syamsul Rizal masih menyempatkan diri
mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta dan pusat pendidikan hukum.
Berikut perbincangan hukumonline dengan alumnus Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini di kantornya:
Sejauh mana
perkembangan pembahasan RUU Notaris?
Sepengetahuan saya,
tidak lama lagi akan dimasukkan ke DPR. Sekarang, masih di Setneg.
Menteri Kehakiman
berharap RUU Jabatan Notaris sudah selesai tahun ini. Apa urgensinya
bagi profesi notaris?
Saya kira sangat
penting. Selama ini, ketentuan-ketentuan notaris bersandar pada reglemen
yang dibuat pada zaman Belanda. Sudah berpuluh tahun tidak ada perubahan
pada undang-undang notaris. Bagaimanapun, aturan lama mengandung
sendi-sendi kolonial yang bisa disebut ketinggalan zaman dan harus
segera direvisi. Tetapi, harus disesuaikan dengan jiwa perkembangan
zaman.
Bisa Anda sebut
contoh ketentuan yang sudah out of date?
Dalam reglemen jabatan
notaris, wilayah kerja seorang notaris adalah satu propinsi. Kenapa?
Karena, dulu jumlah notaris masih sedikit. Sekarang kan sudah banyak dan
sampai ke pelosok-pelosok, sehingga patut diatur kembali mengenai
wilayah kerja. Lantas, ada prinsip yang hanya menyesuaikan dengan
kondisi sekarang. Misalnya, dulu notaris diangkat Gubernur Jenderal.
Sekarang kan bisa disesuaikan. Notaris diangkat oleh Kepala Negara,
meskipun yang tandatangan mungkin hanya Menteri Kehakiman.
Gagasan baru apa
yang bakal dimasukkan ke dalam RUU?
Satu hal yang penting
adalah mengenai formasi notaris. Ini penting diatur agar tidak terjadi
suatu persaingan tidak sehat, kompetisi di bidang honorarium atau tarif.
Notaris ini kan pejabat umum. Selaku pejabat publik, harusnya notaris
menjaga martabatnya. Kalau menurunkan honorarium agar selalu dipakai
orang justru menurunkan kewibaan pejabat itu sendiri. Kok mau sih begitu,
ya.
Maksud Anda perlu
ditentukan tarif notaris?
Maksudnya, penentuan
tarif berdasarkan masing-masing wilayah. Kalau tidak diatur, resikonya
masyarakat akan ramai-ramai ke satu notaris karena di situ mungkin murah.
Di sana murah, di sini mahal. Maka dengan adanya aturan, tidak terjadi
hal yang demikian. Masyarakat yang butuh notaris akhirnya juga jadi tahu.
Mereka akan berpikir di notaris mana pun sama karena tarifnya sama.
Bagaimana dengan
ketentuan mutasi atau perpindahan wilayah kerja notaris?
Memang terjadi
penumpukan di satu wilayah, kekurangan di wilayah lain. Justru saya
berharap nanti, saat RUU dibahas di DPR, masalah ini diperhatikan.
Hendaknya Pemerintahlah yang mengatur komposisi setiap wilayah, sehingga
distribusinya notaris. Kalau formasi di sebagian besar tempat sudah
terisi, saya yakin ke daerah jauh pun akan isi. Selama ini, permasalahan
yang dihadapi Departemen Kehakiman adalah akibat pindah tempat, beberapa
kota kosong sama sekali. Padahal, bupati atau walikota sudah minta ke
Departemen kehakiman agar notaris ditempatkan di daerahnya. Bahkan dulu
ada surat senada dari bupati di Sumatera Barat, di mana ia menjanjikan
perumahan bagi notaris.
Menurut Anda
bagaimana formasi yang ideal?
Setiap ada bank di
suatu daerah mestinya minimal ada satu notaris. Di daerah-daerah kan
sudah ada BPD atau BRI. Kalau nggak ada notarisnya, sulit kan.
Bisa jadi biaya ke notaris di kabupaten lain lebih besar daripada harga
akta itu sendiri. Itu sangat mungkin terjadi. Makanya, formasi
penempatan notaris harus sebaik mungkin agar jangan sampai menumpuk di
suatu daerah tertentu.
Kabar yang kami
dengar, kode etik advokat tidak akan diatur dalam RUU?
Kemungkinan besar
memang begitu.
Apa pertimbangannya?
Kami berpendapat bahwa
RUU hendaknya berisi hal-hal yang pokok saja. Yang penting sebenarnya
kan sudah ada pendelegasian wewenang dari UU kepada organisasi.
Organisasilah yang akan mengatur diri sendiri berdasarkan hasil Kongres
dan menentukan seperti apa kode etik maupun AD-ART organisasi. Jangan
salah bahwa INI sudah lama memiliki AD/ART dan kode etik. Tidak
berlebihan kalau INI satu-satunya profesi yang sudah diatur dalam
Peraturan Jabatan Notaris. Yang saya heran, kok malah UU Advokat yang
akan disahkan duluan. Teman-teman di DPR bilang, biarlah RUU Advokat
duluan. Saya mencoba memahami itu.
Lantas, bagaimana
dengan organisasi profesi notaris. Bukankah sekarang terpecah-pecah?
Berdasarkan Kepmen 04,
INI lah satu-satunya organisasi bagi profesi notaris. Dalam RUU Jabatan
Notaris itu nanti akan dikukuhkan sebagai satu-satunya wadah bagi
notaris.
Bagaimana kalau
organisasi notaris lainnya tidak setuju?
Dengan adanya suatu
pernyataan dari Menteri Kehakiman saat Rapat Kerja Nasional INI di
Bandung, sebetulnya sudah melegakan kami semua. Bahwa organ notaris di
luar INI diakui Departemen Kehakiman hanya sebagai organisasi masyarakat
(ormas). Kalau ormas, berarti urusannya ke Departemen Dalam Negeri. Jadi,
bukannya Depkeh menolak organ-organ lain itu, mereka diterima kok. Kalau
mereka mau menghadap Menteri Kehakiman pun diterima. Tetapi dalam
kapasitas mereka sebagai ormas, bukan organisasi notaris.
Bukankah SK 04 yang
hanya mengakui INI pernah diprotes organisasi lain, semacam ANI dan
Pernori?
Bahkan, sudah pernah
mengadukan ke Komisi II DPR dan Mahkamah Agung. Mereka adalah
teman-teman kami juga. Dalam berbagai forum, kami sudah minta kepada
rekan-rekan saya itu supaya kembali ke INI. Mari kita wadahi bersama.
Untuk apa kita bikin organisasi profesi banyak-banyak. Kalau mau ketua,
silakan. Tetapi ketua di organisasi notaris kan tidak bisa dijadikan
kendaraan untuk menuju ke suatu tempat. Ketua dan pengurus INI itu
justru jadi repot dan jarang dapat klien. Mereka sering jadi korban
waktu, pikiran dan uang. Jangan lupa bahwa Pak Harun Kamil, bekas Ketua
INI, menjadi anggota MPR bukan mewakili INI melainkan dari Kahmi.
(Dalam point kedua
Surat Edaran Menteri Kehakiman yang ditandatangani Dirjen Administrasi
Hukum Umum Zulkarnain Yunus tertanggal 29 Juni 2002 tegas disebutkan
bahwa INI adalah organisasi profesi yang merupakan wadah satu-satunya
bagi para notaris. Hal itu didasarkan pada SK Menkeh No. M-04.HT.03.10
Tahun 1998 atau yang lebih dikenal sebagai SK 04. SK inilah yang sempat
mendapat protes dari organisasi notaris lain semacam Asosiasi Notaris
Indonesia (ANI) atau Persatuan Notaris Indonesia(Pernori). Masalah ini
sempat masuk ke Komisi II DPR. Tetapi sikap Depkeh tetap tidak berubah).
Apa tidak mungkin
sesama notaris berantem menyikapi kebijakan itu?
Notaris itu paling
mudah diatur Pemerintah karena tidak punya pretensi apa-apa. Nggak
pernah namanya berantem. Nggak pernah. Kita menyadari siapa sih
kita sebenarnya. Apalagi, kalau kita sadar akan keluhuran dan martabat
notaris. Walaupun kita menjadi notaris seorang pengusaha nasional
terkenal, kita nggak bisa berkoar-koar ke masyarakat.
Salah satu yang
potensial membuat perpecahan notaris adalah ketentuan mengenai
rekomendasi. Kabarnya, hanya rekomendasi INI yang diakui. Benarkah?
Kebetulan, saya juga
mewakili sekretariat mengadakan rapat rekomendasi dua minggu sekali.
Kami bertugas menyeleksi berkas-berkas pemberian rekomendasi.
Rekomendasi ini nanti ditandatangani oleh Ketua Umum dan saya sebagai
sekretaris. Selanjutnya, rekomendasi inilah yang dijadikan pegangan oleh
Depkeh dalam memproses permohonan, baik perpindahan maupun pengangkatan
notaris baru.
Apa yang sebaiknya
dilakukan terhadap notaris-notaris nakal?
Saya cuma berharap
jangan sampai bikin papan nama saja. Sementara, ia sendiri tidak
pernah aktif. Sebenarnya, saya ingin menegur. Cuma kalau kita tegur, dia
bisa bilang saya bukan anggota INI kok. Kalau sudah begitu, kami kan tak
punya wewenang lagi. Itulah resikonya kalau beragam organisasi. Terus,
hal itu juga berdampak pada rekomendasi perpindahan. Seorang notaris
yang belum mapan bisa saja pindah dengan menggunakan rekomendasi
organisasi tertentu. Padahal, sebenarnya dia belum layak. Saya kira itu
harus dihindari. Kalau dengan satu wadah, kita berwibawa, mudah untuk
menindak dan pengawasannya pun lebih gampang. Dengan satu organisasi,
lebih mudah ditentukan parameter yang memungkinkan seseorang pindah
wilayah kerja. Tidak ada lagi beda-beda.
Bagaimana mekanisme
penindakan notaris yang dinilai bersalah?
Saat ini, INI mempunyai
Majelis Kehormatan Daerah (MKB) dan Majelis Kehormatan Pusat (MKP). MKD
melakukan pengawasan dan tindakan yang sifatnya internal manakala
terjadi pelanggaran kode etik. Biasanya, kalau ada kasus diselesaikan
lebih dahulu di tingkat MKD. Baru, banding ke MKP. Tetapi dalam RUU
Jabatan Notaris, namanya menjadi Dewan Pengawas (DP). DP ada di tingkat
Pusat, Daerah dan Cabang. Artinya, menjadi tiga tingkat. Dengan struktur
baru ini, saya berharap agar cabang-cabang yang lebih proaktif.
Selama ini, mengapa
gaung penindakan terhadap notaris tidak kedengaran?
Sebenarnya sudah ada
yang ditindak. Cuma, kita tidak ekspose. Tindakan apa yang akan kami
kenakan tidak lepas dari sanksi pidana yang akan dia peroleh manakala
dia bersalah dan diseret ke pengadilan.
Sebenarnya, bisa
tidak notaris digugat ke pengadilan?
Kalau jadi saksi, asal
ada izin dari ketua pengadilan setempat nggak masalah. Tapi kan
bukan karena notaris membanggakan diri sebagai notaris pengusaha atau
tokoh terkenal. Kehadiran notaris hanya sebatas tugasnya. Kalau digugat,
ya bisa saja. Notaris tidak lepas dari kemungkinan kesalahan.
Katanya notaris
punya hak ingkar. Maksudnya bagaimana?
Memang. Terhadap akta
yang dia perbuat, notaris punya hak ingkar sepanjang akta tersebut sudah
sesuai dengan peraturan jabatan notaris. Misalnya, notaris harus
mengenal orang-orang yang datang kepadanya. Tapi kalau notaris bikin
akta tanpa bertemu dengan para pihak yang mau bikin akta, ya salah.
Apalagi kalau misalnya, segala urusan akta dilakukan melalui calo. Jadi,
jangankan secara perdata, dijerat pidana pun bisa. Notaris tetap bisa
dikenai pasal 263 KUH Pidana kalau dia terbukti melakukan pemalsuan akta.
(MYs/APr)
(Source:
HukumOnline.com)